Monday, October 8, 2007

Perang Tarif...Apakah menjadi solusi satu-satunya dalam kompetisi seluler di Indonesia ?

Harga…Pricing….Tarif….adalah salah satu komponen penentu dalam suksesnya penjualan suatu produk. Dalam teori marketing 4P (pricing, promotion, product, placing), harga merupakan salah satu yang harus dipertimbangkan. Di Indonesia, dominant masyarakat masih sensitive terhadap harga. Baik itu untuk produk barang, maupun jasa, termasuk jasa layanan telepon seluler. Sampai sejauh manakah harga itu mempengaruhi pengguna seluler ? Apakah harga menjadi satu-satunya strategi bagi operator seluler dalam persaingan bisnis telekomunikasi ?



Di Indonesia, perang tarif antar operator seluler sudah sangat marak terjadi. Seluruh operator berlomba-lomba menurunkan tarif, tentunya dengan promosi dan komunikasi ke pelanggan yang sangat gencar. Bahkan komunikasi yang dilakukan lebih gencar daripada produk consumer (consumer goods). Tujuannya adalah dapat menambah customer based, baik dari hasil akuisisi pelanggan competitor maupun dari hasil penetrasi pasar (pelanggan baru). Selain itu, dengan penurunan tarif, diharapkan volume komunikasi pelanggan semakin meningkat. Sebagai barometernya adalah : peningkatan ARPU (Average Revenue Per User) dan juga MoU (Minutes of Use).

Dalam teori Blue Ocean Strategy disebutkan bahwa sebaiknya kita tidak ikut berperang dalam medan yang sama dengan competitor, melainkan kita membuka peluang yang baru yang belum ada persaingan. Artinya : pricing ataupun perang tarif adalah sesuatu yang harus dihindari. Sebagai gantinya oprator sebaiknya concern kepada pengembangan produk layanan, perluasan coverage dan saluran distribusi baik outlet-outlet maupun service center, dan juga promosi dan komunikasi. Namun bagi operator baru (new comers), tarif murah menjadi suatu keharusan dalam mencari customer based, sedangkan bagi operator incumbent yang sudah memiliki pelanggan relative besar perang tarif ‘tidak menjadi masalah’ untuk me-retensi pelanggan yang ada dan juga menghambat pertumbuhan customer based dari kompetitor. Dengan kata lain, perang tarif memang tidak bisa dihindarkan.

Pricing adalah salah satu strategi dalam marketing mix yang sangat tidak unik. Dalam artian, bahwa strategi ini sangat gampang ditiru. Saat ini, salah satu operator seluler menurunkan tarif, besok pun operator yang lain sebagai kompetitornya bisa langsung menurunkan tarif juga dengan besaran yang sama atau bahkan lebih murah lagi.

Dari beberapa hasil survey tingkat kepuasan pelanggan (yang dilakukan surveyor yang independent), faktor tarif memang merupakan yang paling utama dalam menentukan kepuasan pelanggan. Pada umumnya, survey yang dilakukan untuk mengukur kepuasan pelanggan terhadap tarif dibagi kedalam 3 kategori tarif, yakni : tarif Voice Call, tarif SMS, dan tarif Starterpack. Dalam hal tingkat kepuasan tarif SMS, maka Telkomsel ada pada urutan pertama (hasil survey Juli 2007), diikuti oleh Indosat, XL, dan Three. Demikian juga dengan tarif Voice Call dan perdana (Starterpack), baik untuk paska bayar maupun jenis pra bayar. Namun pada intinya seluruh pelanggan seluler sudah merasa cukup puas dengan kondisi tarif seperti sekarang ini. Faktor penentu kepuasan pelanggan lainnya selain tarif adalah : kualitas produk (drop call ratio, circuit full, no service), after sales services (penanganan gangguan, ketersediaan voucher), dan variasi fitur. Dengan demikian tarif sangat penting pada saat baru akan menggaet customer based dengan cara menawarkan gimmick-gimmick dan diskon yang menggiurkan. Namun bagi operator yang sudah memiliki customer based yang sangat besar sebaiknya harus lebih concern ke kualitas produk dan after sales services.

Kondisi saat ini, dengan perang tarif yang sudah sangat intensif yang ditandai dengan promosi BTL (Below The Line) dan ATL (Above The Line) yang sangat gencar kemungkinan besar pelanggan seluler sudah mulai jenuh dan tidak aware lagi dengan perbedaan tarif. Hal inilah kemungkinan yang mendasari bahwa tingkat kepuasan pelanggan terhadap tarif seluler saat ini cukup tinggi.

Di tengah-tengah perang tarif, pasar/industri seluler di Indonesia masih tetap berkembang sangat pesat. Diprediksikan bahwa dari tahun 2006 ke 2007 pelanggan seluler akan meningkat dari 67,2 juta menjadi 72,7 juta. Dan pada tahun 2008 diperkirakan mencapai angka 80,7 juta pelanggan. Pertumbuhan market size yang masih sangat menjanjikan ini sangat dimungkinkan dengan harga terminal yang juga semakin murah. Saat ini sudah sangat banyak terminal seluler untuk low end.

Jadi dapat disimpulkan bahwa walaupun dengan perang tarif, industri seluler di Indonesia masih tetap akan tumbuh pesat. Hanya saja apakah pemain-pemain dalam bisnis seluler yang ada sekarang bisa tetap bertahan ? Melihat dari pertumbuhan dan prediksi perkembangan market size-nya tersebut malahan masih memungkinkan untuk munculnya operator baru. Namun semuanya itu tergantung dari strategi yang dimainkan oleh operator-operator seluler yang ada. Dan strategi itu sebaiknya tidak cenderung dengan tariff campaign, namun seharusnya lebih fokus ke pengembangan produk dan after sales services dengan tetap mengantisipasi perubahan regulasi yang ada.
....Selengkapnya....!

Friday, October 5, 2007

Indonesia sebagai pasar 3G yang sangat menjanjikan

Third-Generation Technology atau yang sering disingkat dengan 3G adalah teknologi telekomunikasi nirkabel (wireless) yang memungkinkan pelanggan dapat melakukan komunikasi Voice, Data-Internet, dan Video pada saat mobile.
Jika ditarik ke belakang sebagai bahan flash back, tahapan perkembangan teknologi seluler (mobile) yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut :


1G
Teknologi Seluler 1G (generasi pertama) dimulai pada tahun 1970an akhir dan berakhir pada tahun 1980an. Sistem ini masih menggunakan pengolahan sinyal analog. Sebagai contoh teknologi yang termasuk kedalamnya adalah : AMPS (Advanced Mobile Phone System) yang digunakan di Amerika Serikat, Radio Amatir, NMT (Nordic Mobile Telephone) yang digunakan di Negara-negara Nordic dan beberapa Negara di Eropa Timur, dan TACS (Total Access Communications System) yang digunakan di Inggris. Layanan yang dapat diakses masih sangat terbatas pada voice. Itupun kebanyakan masih half duplex (komunikasi 2 arah namun belum simultan).


2G

Teknologi ini mulai berkembang pada tahun 1990an dan masih digunakan sampai sekarang. Sistem yang paling banyak digunakan dalam teknologi ini adalah CDMA (Code Division Multiple Access) dan GSM (Globe System for Mobile Communication).
Layanan yang dapat diakses sudah mulai berkembang, yakni voice, internet (low speed), dan juga text. Teknologi GSM dan CDMA inilah yang kemudian terus dikembangkan untuk generasi berikutnya (next generation). Di beberapa Negara lain ada juga yang menggunakan system selain CDMA dan GSM, seperti contohnya di Negara Jepang yang dikembangkan adalah PHS (Personal Handy-phone System) dan juga TDMA (Time Division Multiple Access). Pada generasi kedua ini pengolahan sinyal sudah secara digital.

3G
Merupakan pengembangan dari generasi kedua (2G), dimana memungkinkan penggunanya untuk melakukan komunikasi Voice, Data-Internet, Video Call, dan layanan multimedia lainnya, termasuk Mobile Banking. Adapun teknologi yang digunakan pada system 3G ini adalah : EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Evolution) yang merupakan pengembangan dari GPRS (General Packet Radio Services), dan CDMA 2000 1X yang merupakan pengembangan dari CDMA IS 95. Sedangkan evolusi berikutnya yang terkadang sering disebut dengan 3,5G ataupun 4G antara lain adalah : CDMA EVDO (Evolution Data Only), CDMA VOD (Video On Demand), HSDPA (High Speed Downlink Packet Access), WCDMA (Wideband CDMA), dan Wimax (Worldwide Interoperability for Microwave Access).
Asia Pasifik termasuk Indonesia merupakan pasar Telekomunikasi yang sangat menjanjikan. Pertumbuhan perekonomian seiring dengan pertumbuhan industri seluler sangat pesat. Implementasi teknologi seluler pun selalu berkembang untuk mensolusikan kebutuhan pelanggan.
Evolusi teknologi seluler di Indonesia pun tergolong cepat. Dalam kurun waktu tidak sampai 3 tahun terakhir teknologi 3G sudah terimplementasi dengan layanan yang terus menerus dikembangkan. Mulai dari MMS (Multimedia Messages Service), Internet Mobile, PDN (Packet Data Network), Mobile Banking, Cyber Media, hingga ke Video Call dan Mobile TV.
Perkembangan ini sangat dimungkinkan melihat pola kebutuhan masyarakat di Indonesia yang termasuk cukup konsumtif untuk Telekomunikasi. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan pasar dalam menyerap handphone-handphone model terbaru. Dengan perang tarif yang semakin kompetitif bukan tidak mungkin pengguna teknologi 3G di Indonesia kedepannya akan menjamur.

Dalam terminology marketing, pricing (tarif yang cenderung semakin murah) dan product (pengembangan layanan dengan teknologi 3G) adalah dua faktor dalam menentukan suksesnya pemasaran. Dan hal ini sudah sangat tinggi intensitasnya dilakukan oleh operator seluler di Indonesia. Ditambah lagi promotion and communication ke pelanggan dengan branding (sebut saja seperti : Xplor 3G-HSDPA, Telkomsel Flash, IM2) serta tujuan mengenalkan teknologi kepada masyarakat, dan ketersebaran outlet penyedia terminal 3G di Indonesia yang saat ini sudah mencapai ke pelosok-pelosok, maka tidak disangsikan lagi evolusi 3G di Indonesia kedepannya akan terjadi dalam waktu relatif cepat. Fakta yang menggambarkan hal tersebut sebagai contoh dapat dilihat pada jumlah pengguna 3G dari Telkomsel yang pada akhir bulan Juli 2007 yang lalu mencapai angka 3,25 juta dan diperkirakan akan tembus hingga 4 juta pengguna pada akhir tahun 2007 ini.

Yang menjadi pertanyaan adalah : bagaimana dengan nasib teknologi fixed phone (wireline) dengan berkembangnya teknologi 3G kedepannya ? Bagaimana regulasi pemerintah kedepannnya untuk mengantisipasi hal tersebut ? Akankah fixed phone akan bernasib sama dengan pos dengan tergantikannya komunikasi surat menyurat menjadi telefoni ?
....Selengkapnya....!

How is my blog ?